pttogel Candi Borobudur, salah satu warisan budaya dunia yang terdaftar di UNESCO, kembali menjadi sorotan publik. Bukan karena kemegahan arsitekturnya yang luar biasa, melainkan karena kehadiran stairlift—sebuah alat bantu naik-turun bagi penyandang disabilitas dan lansia. Kehadiran teknologi modern ini memicu berbagai reaksi dari masyarakat, mulai dari apresiasi hingga kontroversi.
Apa Itu Stairlift?
Stairlift adalah kursi otomatis yang terpasang pada rel di sisi tangga, memungkinkan pengguna untuk naik atau turun tanpa perlu berjalan. Di Borobudur, alat ini dipasang pada salah satu sisi tangga dengan struktur rel yang mengikuti kontur anak tangga. Kursinya dilengkapi sabuk pengaman dan kontrol otomatis, memberikan kenyamanan dan keamanan bagi penggunanya.
Pemasangan stairlift ini merupakan bagian dari upaya pemerintah dalam menjadikan Candi Borobudur sebagai destinasi wisata yang inklusif, ramah terhadap semua kalangan, termasuk mereka yang memiliki keterbatasan mobilitas.
baca juga: mbappe-tak-mau-madrid-patah-hati-lagi-di-piala-dunia-antarklub
Kontroversi dan Respons Publik
Langkah ini mendapat sambutan positif dari banyak kalangan, terutama komunitas disabilitas. Mereka menganggap keberadaan stairlift sebagai bentuk nyata dari pemenuhan hak aksesibilitas. Namun di sisi lain, tak sedikit pula yang mengkhawatirkan dampak keberadaan alat modern ini terhadap nilai sejarah dan estetika candi.
Beberapa pihak mempertanyakan:
-
Apakah pemasangan stairlift merusak struktur asli candi?
-
Apakah teknologi ini akan mengurangi keaslian pengalaman ziarah atau wisata budaya?
Namun, menurut pihak pengelola Taman Wisata Candi (TWC), instalasi dilakukan dengan sangat hati-hati dan tanpa merusak struktur asli bangunan. Bahkan posisi rel dan sistemnya dibuat seminimal mungkin agar tidak mencolok secara visual.
Komitmen terhadap Wisata Inklusif
Pemasangan stairlift ini sejalan dengan misi global untuk menjadikan situs budaya dan pariwisata lebih inklusif. Selain Candi Borobudur, beberapa situs sejarah lain di dunia juga telah mengadopsi teknologi serupa, seperti Colosseum di Roma dan Acropolis di Athena.
Dengan teknologi ini, pengalaman spiritual dan kebudayaan di Borobudur kini bisa dinikmati oleh lebih banyak orang, tak terkecuali mereka yang sebelumnya terhalang akses.
Kesimpulan
Meskipun kehadiran stairlift di Candi Borobudur menuai pro dan kontra, langkah ini mencerminkan niat baik untuk membuka akses yang lebih luas kepada semua kalangan. Inklusivitas dalam pariwisata bukan sekadar tren, melainkan kebutuhan dan hak yang harus dipenuhi.
Dengan pengelolaan yang bijak dan pelestarian yang tetap diutamakan, stairlift di Borobudur bisa menjadi simbol kemajuan tanpa melupakan akar sejarahnya.
sumber artikel: www.hungrypediaindo.com